Maman yang Terhakimi
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBJalan setapak yang Maman lalui sengaja dipilihnya kali ini untuk menuju kampung tempatnya dulu dibesarkan dan tinggal dengan
Jalan setapak yang Maman lalui sengaja dipilihnya kali ini untuk menuju kampung tempatnya dulu dibesarkan dan tinggal dengan kedua orang tuanya. Jalan setapak itu dipilihnya ketika dia sempat naik ojek yang dibayar dia dari sebuah terminal bus antar kota pada Kota kecil disebuah wilayah pasundan.
Jalan setapak itu dipilihnya ketika dia meminta diturunkan oleh Tukang Ojek yang disewanya tersebut “Kan masih 8 Kilometer lagi kang menuju ke-kampung itu ?” tukang ojek itu terheran juga ketika Maman memintanya untuk diturunkan pada jalan terobosan (jalan setapak menuju kerumahnya tersebut). Yang jadi pertanyaan ; kenapa dia turun dan memakai jalan setapak itu ? ,jawabannya ; karena dia punya cerita yang menurut dia terlalu berat bila hanya diceritakan secara sederhana;
“Semua orang sekampungku seakan mencibirkan mulutnya ketika aku diam dikampung nun jauh disana itu , karena semua telah men-cap aku sebagai lelaki hina pengangguran tukang mabuk,biang kerok ,dan aku telah dinyatakan sampah masyarakat karena ketika hewan ternak dikampungku hilang maka dengan gampang warga kampung tersebut menuduhku yang mengambilnya , bahkan saudaraku sendiri menyangka bahwa akulah malingnya , dan ketahuilah bahwa aku adalah seorang lelaki penganguran yang kali itu bingung oleh deraan kehidupan ketika aku menginginkan sesuatu atas perutku yang lapar dan tidak bisa makan seperti orang lain yang dirumahnya tersedia beras dan nasi yang telah pada matang!” ucapan seorang lelaki berusia sekitar 35 tahunan bertubuh sedikit tinggi dan rada kerempeng yang punya Tatto dilengan kanannya bergambar burung garuda dan ular sanca tersebut kepada temannya dikota besar ketika itu.
*****************************************
Atas penghakiman warga sekampungnya tersebut dia “Lari” kekota besar tersebut pada waktu yang lalu ,dia sengaja menuju kekota besar itu hanya demi menyelematkan hidupnya yang waktu itu bingung karena menganggur tak ada pekerjaan sama sekali.
Dikota besar itulah dia “diam” dan tinggal menggembel disebuah terminal Antar Kota sebagai bagian nafas kehidupan yang dikatakan sebagai “Penyakit Sosial Masyarakat” yang sering dibahas oleh beberapa penggiat Sosial dinegara kita tercinta ini.
*******************************************
Maman sebetulnya punya dendam cinta yang ingin dibuktikannya ,dia mencintai Abah dan emaknya yang kini (kabarnya) telah berpulang kehadapan TuhanNya , “Emak ,,abah aku ingin sekali jadi tulang punggung keluargaku , namun aku tidak bisa berbuat apa-apa ketika aku diam dikampung kita , aku inginkan kau duduk saja dirumah karena aku tahu , bahwa kakimu telah pecah-pecah dan sering berdarah ketika kalian bekerja hanya jadi buruh tani saja demi menghidupi kami anak-anakmu ,aku tidak bisa berbuat apa-apa selain aku harus berbuat apa yang dikatakan oleh orang-orang sekampung kita sebagai kelakuan yang lebih laknat dari binatang bernajis tersebut,,do,akanlah aku emak,,abah aku akan mencoba peruntungan dikota besar itu , maafkan anakmu ini ,,!” setelah ucapan itu dituturkannya 6 tahun yang lalu dia sama sekali tidak pernah tahu bahwa Emak dan Abahnya telah pergi meninggalkan semuanya kabar burung itu diperolehnya dari sebuah cerita orang sekampungnya yang kebetulan bertemu diterminal Bus Antar Kota dikota besar tersebut.
Emak dan abahnya itu hanyalah warga biasa dan miskin harta dan yang mendiami sebuah Rumah type panggung dengan ukuran kecil pada sebuah sudut kampung nun jauh disana yang berjarak sekitar 120 kilometeran dari Kota besar yang kini disinggahi oleh diri maman sebagai Pegawai serabutan yang tidak jelas nama pekerjaannya tersebut.
********************************************
Kokok ayam jantan penghuni kampung itu terekam oleh telinga Maman yang berjalan menyusuri jalan setapak yang pernah sering diinjaknya ketika dirinya sedari kecil tinggal dikampung itu , namun diapun menyadari bahwa atas prilakunya dia ketika itu yang menjadikannya dia terbuang , namun hentakan rindu dendam yang tersimpan pada Qolbun Saliim-nya yang masih ada sisa kerinduan pada setitik “Kesucian”lah kekuatannya , kenapa hari itu dia sengaja akan membuang fikiran yang merasa terhinakan ketika warga kampung tersebut setengah “Memalingkan” wajah-wajah mereka ketika dirinya ketika itu berpapasan.
**************************************
Catatan Kecil;
“Penghakiman aturan perundang-undangan yang tak tertulislah yang paling bengis/sadis menghantam sisi hukum atas pribadi-pribadi manusia yang termarginalkan pada sebuah kelompok masyarakat perkampungan yang masih memegang hukum adat yang masih kuat , penghakiman hukum tak tertulis itu akan menghakimi manusia-manusia yang dianggap berbeda prilakunya pada sebuah adat warga sebuah perkampungan dimana sekelompok manusia itu tinggal !”.
*********************************************
Sampailah seorang Maman yang merasa hidupnya terhinakan dihalaman Rumahnya yang kini sepi dan sama sekali tak bertuan itu, halaman rumah panggung itu telah diselimuti rerumputan yang mulai tumbuh subur pada beberapa bagian penting rumah tersebut , lumut kayu Nampak terlihat pada pintu kayu rumah panggung kecil itu , maman bertanya-tanya dalam hatinya ; “Dimanakah kakak-kakaku berada ?”.
Menurut kabar dari hembusan kabar angin , Sepeninggalnya Emak dan Abahnya , maman mengetahui kabar bahwa dua orang kakaknyalah yang mengurus segala peninggalan Emak dan Abahnya tersebut ,
”Emak ,,,Abah,,,kenapa aku jadi begini?, kemanakah aku harus pulang sekarang ?, rumah panggung ini telah keropos hampir tidak terurus lagi ,,!”, Maman menyeka Air matanya yang tidak sengaja jatuh dari sudut matanya , terlintas berbagai kenangan-kenangan indah ketika dia itu masih kecil dan berproses hidup dikampung tersebut .
Namun diapun kini berfikir sedikit rada sehat , dan diapun sempat berfikir dan bertanya kepada dirinya sendiri , “entah syetan” apa yang menggodanya ketika itu sampai dia terjurumus dan terlibat jadi seorang penjahat (pencuri hewan-hewan ternak warga) dan sempat masuk bui (Penjara pihak Kepolisian) ketika itu.
**********************************************
Maman termenung sejenak , badannya lunglai , lalu dia duduk diatas gelodok rumah panggung itu , tak Nampak “sepotongpun” adanya kehidupan warga disana ,dan dia sempat menunggu orang yang lewat kearah jalan sepi disamping rumah yang hanya satu-satunya diujung kampung tersebut.
Rimbunnya pohon papaya disamping rumahnya hampir telah tidak terurus lagi , daun-daun kering berserakan dihalaman rumah yang telah mulai tumbuh lumut-lumut tanah bekas kaki penghuni rumah tersebut.
Hari semakin beranjak ketepian senja , maman hanya memandang kosong ketepian gundukan tanah merah seperti tanah Kuburan, ”Mungkinkah itu kuburan Abah dan emak?” dia lantas berjalan dan tumpahlah Air Matanya , tak ada kata-kata apapun dari mulutnya dia ketika dia berdiri dihadapan gundukan tanah tersebut , dan dia hanya membawa rasa yang teramat duka , bila hanya dilukiskan oleh sebuah kata-kata biasa, dia termenung sendirian dipinggiran rumah kosong itu , lantas dia punya niat akan mencoba bertanya-tanya pada warga , namun diapun sempat mengurungkan niatnya, “Bukankah semua warga dikampung ini telah membenciku?” fikirnyapun melayang ketepian awan-awan yang berarak pada senja itu.
***********************************************
Tak disadarinya sekelebatan ada seorang warga tua yang pulang dari kebunnya ,Maman terperanjat dari lamunannya , dia lantas tergopoh-gopoh menghampiri orang tua warga kampung tersebut,dengan sedikit terheran-heran orang tua itu bertanya “Ini maman bukan?,kau masih hidup ya maman?,kabarnya kau telah meninggal dikota besar sana ? ya,,syukurlah maman ,,,kau masih sehat !” Keheranan warga tua itu terlihat pada Mimik mukanya yang berubah pucat pasi ketika Maman menyebut panggilan untuknya “Abah,,,kau masih hidup abah,,katanya kaupun telah meninggal dunia enam tahun yang lalu yang aku dapatkan kabar dari seseorang yang menemuiku diterminal Bus Antar Kota dimana aku tinggal kini , lalu dimanakah abah kini tinggal abah !” dengan terbata-bata maman bicara dan diapun ambruk dan secepatnya memeluk tubuh Tua Abahnya tersebut.
*****************************************
Hening sesaat suasana drama yang mencekam atas gejolak dua Insan yang kini terobati rindu dendamnya tersebut , lalu orang tua itu mencoba tegar berbicara ketika dirinya meminta Maman untuk pindah tempat dari samping jalan kecil setapak untuk berbicara pindah kehalaman rumah Kosong tersebut, ” Maman,,emakmulah yang telah meninggal dunia dan dua orang kakakmu yang putus asa telah mati dengan tidak wajar , mereka melakukan bunuh diri dengan cara gantung diri bersama-sama , dan aku abahmu hanya menangis ketika itu , inilah taqdir tragis keluarga kita , aku kini tinggal dengan anaknya uwakmu yang sudi menerimaku sebagai bagian keluarganya , aku akan bilang padamu sekarang ,sudahlah kau jangan kemana-mana , tinggalah dikampung ini maman,,aku minta kepadamu jauhilah kelakuan-kelakuan orang-orang yang akan menjerumuskanmu kejurang kehinaan itu,,aku minta padamu sekali ini saja ,turutilah keinginan abahmu ini ya maman,,!” ucapnya sembari melepaskan tangannya dari Pundak anaknya yang memakai jaket jeans Kumel tersebut.
******************************************
Anginpun berlalu pada senja itu , Maman menganggukan kepalanya member tanda bahwa dia akan mencoba lagi kehidupan dan berangkat dari angka Nol Besar dan berniat tinggal dikampung itu walau apapun yang akan terjadi ,,,,
****************************************
*Semua Nama/Initial ,nama daerah yang tertulis pada Cerpen ini hanyalah sebuah karya Cerpenis biasa saja dengan gaya biasa saja dari seseorang yang bukan siapa-siapa.
Tasikmalaya Jawa Barat (28/06/2015).
Asep Rizal.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Membaca dan Implementasi dari Membaca Itu Sendiri
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBFoto Sepasang Muda-mudi Terjebak Luapan Air Sungai Viral di Dunia Maya
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler